Rabu, 27 Maret 2013

Aqidah Seorang Muslim


STATUS KHALIQ DAN STATUS MAKHLUQ
Perbedaan antara status Khaliq dan makhluq adalah garis pemisah antara kufur dan iman. Kami meyakini bahwa orang mencapuradukkan kedua status ini berarti dia telah kafir. Wal ‘Iyadz billah.
Masing-masing dari kedua status di atas memiliki hak-hak spesifik. Namun, dalam masalah ini masih ada hal-hal, khusunya yang berkaitan dengan Nabi dan sifat-sifat eksklusif beliau yang membedakan dengan manusia biasa dan membuat beliau lebih tinggi dari mereka. Hal-hal seperti ini kadang tidak dimengerti oleh sebagian orang yang memiliki keterbatasan akal, pemikiran, pandangan dan pemahaman. Kelompok ini mudah terburu-buru memvonis kafir terhadap mereka yang mengapresiasi hal-hal tersebut dan mengeluarkan mereka dari agama Islam karena menurut kelompok ini menetapkan sifat-sifat khusus untuk Nabi SAW adalah mencampuradukkan antara status Khaliq dan makhluq serta mengangkat status Nabi dalam status ketuhanan. Kami sungguh memohon ampun kepada Allah dari tindakan mencampuradukkan seperti ini.
Berkat karunia Allah kami mengetahui apa yang wajib bagi Allah dan Rasul serta mengetahui apa yang murni hak Allah dan yang murni hak rasul secara proporsional tidak melampaui batas sampai memberi beliau sifat-sifat khusus ketuhanan yaitu menolak dan memberi, memberi manfaat dan bahaya secara independen (di luar kehendak Allah), kekuasaan yang sempurna dan komprehensif, menciptakan, memiliki, mengatur, satu-satunya yang memiliki kesempurnaan, keagungan dan kesucian dan satu-satunya yang berhak untuk dijadikan obyek beribadah dengan beragam bentuk, cara dan tingkatannya.
Seandainya yang dianggap melampaui batas adalah berlebihan dalam mencintai, taat dan keterikatan dengan beliau maka hal ini adalah sikap yang terpuji dan dianjurkan sebagaimana dalam sebuah hadits : “Janganlah kalian mengkultuskanku sebagaimana kaum Nashrani mengkultuskan Isa ibn Maryam”.
Maksud dari hadits tersebut berarti bahwa  sanjungan, berlebih-lebihan dan memuji beliau di bawah batas di atas adalah tindakan terpuji. Seandainya maksud hadits tidak seperti ini berarti yang dimaksud adalah larangan untuk memberikan sanjungan dan memuji secara mutlak. Pandangan ini jelas tidak akan diucapkan oleh orang Islam paling bodoh sekalipun. Wajib bagi kita memuliakan orang yang dimuliakan Allah dan diperintahkan untuk memuliakannya. Betul, memang kita wajib untuk tidak mensifati Nabi SAW dengan sifat-sifat ketuhanan apapun. Imam Al-Bushoiri RA berkata :
Jauhilah klaim Nashrani akan Nabi mereka
Berilah beliau pujian sesukamu dengan bahasa yang baik
Memuliakan Nabi SAW tidak dengan sifat-sifat ketuhanan sama sekali bukan dikategorikan kufur atau kemusyrikan. Malah diklasifikasikan sebagai salah satu ketaatan dan ibadah yang besar. Demikian pula setiap orang yang dimuliakan Allah seperti para Nabi, rasul, malaikat, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Allah berfirman :
y7Ï9ºsŒ `tBur öNÏjàyèムuŽÈµ¯»yèx© «!$# $yg¯RÎ*sù `ÏB uqø)s? É>qè=à)ø9$#
Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah[990], Maka Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati.
y7Ï9ºsŒ `tBur öNÏjàyèムÏM»tBããm «!$# uqßgsù ׎öyz ¼ã&©! yYÏã ¾ÏmÎn/u
Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.

Diantara obyek yang wajib dimuliakan adalah Ka’bah, Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim. Ketiga benda ini adalah batu namun Allah memerintahkan kita untuk memuliakannya dengan thawaf pada Ka’bah, mengusap Rukun Yamani, mencium Hajar Aswad, sholat di belakang maqam Ibrahim, dan wukuf untuk berdoa di dekat Mustajar, pintu Ka’bah dan Multazam. Tindakan kita terhadap benda-benda di muka bukan berarti beribadah kepada selain Allah dan meyakini pengaruh, manfaat, dan bahaya berasal dari selain-Nya. Semua hal ini tidak akan terjadi dari siapapun kecuali Allah SWT.

STATUS MAKHLUQ
Kami meyakini bahwa Rasulullah SAW adalah manusia yang bisa mengalami apa yang dialami manusia umumnya seperti sifat-sifat yang temporal dan penyakit-penyakit yang tidak mengurangi kedudukan beliau dan tidak membuat beliau dijauhi. Sebagaimana dikatakan oleh penyusun ‘Aqidatul ‘Awam :
Para rasul boleh mengalami sifat-sifat yang temporer
yang tidak mengurangi kedudukan mereka seperti sakit ringan
Rasulullah juga adalah seorang hamba yang tidak memiliki kemampuan memberi manfaat, bahaya, mati, hidup membangkitkan kepada dirinya sendiri kecuali apa yang telah dikehendaki Allah. Firman Allah :
@è% Hw à7Î=øBr& ÓŤøÿuZÏ9 $YèøÿtR Ÿwur #ŽŸÑ žwÎ) $tB uä!$x© ª!$# 4 öqs9ur àMZä. ãNn=ôãr& |=øtóø9$# ßN÷ŽsYò6tGó]w z`ÏB ÎŽöyø9$# $tBur zÓÍ_¡¡tB âäþq¡9$# 4 ÷bÎ) O$tRr& žwÎ) ֍ƒÉtR ׎Ï±o0ur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sムÇÊÑÑÈ  
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".

Beliau juga telah mengemban risalah, menyampaikan amanah, menyadarkan ummat, membuang kesedihan dan berjihada fi sabilillah sampai ajal menjemputnya. Beliau berpulang ke sisi Allah dalam kondisi rido dan mendapat keridoan, seperti digambarkan dalam firman Allah :
y7¨RÎ) ×MÍhtB Nåk¨XÎ)ur tbqçFÍh¨B
Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).
$tBur $uZù=yèy_ 9Ž|³t6Ï9 `ÏiB šÎ=ö6s% t$ù#ãø9$# ( û'ïÎ*sùr& ¨MÏiB ãNßgsù tbrà$Î#»sƒø:$# 
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, Apakah mereka akan kekal?

Kehambaan adalah sifat beliau yang paling mulia. Karena itu beliau membanggakannya dan berkata : “Saya hanyalah seorang hamba”. Allah menyifati beliau dengan kehambaan dalam kedudukan tertinggi :
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uŽó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 šÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$#  
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
¼çm¯Rr&ur $®RmQ tP$s% ßö7tã «!$# çnqããôtƒ (#rߊ%x. tbqçRqä3tƒ Ïmøn=tã #Yt7Ï9 ÇÊÒÈ  
Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.

Kemanusiaan adalah letak sesungguhnya kemu’jizatan Rasulullah. Beliau adalah manusia dari jenis manusia namun berbeda dengan manusia biasa. Beliau memiliki perbedaan yang tidak mungkin dikejar atau disamakan dengan manusia biasa. Sebagaimana penilaian beliau tentang dirinya : “Saya tidak sama dengan kalian. Sesungguhnya saya bermalam di sisi Allah diberi kekuatan sebagaimana orang yang makan dan minum”.
Berdasarkan paparan di atas maka jelaslah bahwa status kemanusian beliau wajib disertai dengan sifat-sifat yang membedakannya dengan manusia umumnya yaitu menyebut keistimewaan-keistimewaan beliau yang eksklusif dan sifat-sifat beliau yang terpuji. Perlakuan ini bukan hanya diberikan khusus untuk Nabi Muhammad SAW namun juga berlaku untuk rasul-rasul yang lain agar penilaian kita kepada mereka proporsional. Karena penilaian kepada para rasul semata-mata dipandang dari sisi kemanusiaan saja tanpa penilaian lain adalah pandangan jahiliyah yang musyrik. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak dalil mengenai masalah ini. Diantaranya adalah
-          Ucapan kaum Nuh terhadap Nabi Nuh dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka : (Hud : 27).
tA$s)sù _|yJø9$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB ¾ÏmÏBöqs% $tB š1ttR žwÎ) #\t±o0 $oYn=÷VÏiB $tBur š1ttR šyèt7¨?$# žwÎ) šúïÏ%©!$# öNèd $oYä9ÏŒ#ur& yÏŠ$t/ Äù&§9$# $tBur 3ttR öNä3s9 $uZøŠn=tã `ÏB ¤@ôÒsù ö@t/ öNä3YÝàtR šúüÎ/É»x. ÇËÐÈ  
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".

-          Ucapan kaum Nabi Musa dan Harun terhadap mereka berdua dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka : (Al-Mu’minun : 47).
(#þqä9$s)sù ß`ÏB÷sçRr& ÈûøïuŽ|³t6Ï9 $uZÎ=÷WÏB $yJßgãBöqs%ur $uZs9 tbrßÎ7»tã  
Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), Padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?"

-          Ucapan kaum Tsamud kepada Nabi mereka Shalih dalam peristiwa yang diceritakan Allah tentang mereka : (Asy-Syu’araa’ : 154).
!$tB |MRr& žwÎ) ׎|³o0 $oYè=÷WÏiB ÏNù'sù >ptƒ$t«Î/ bÎ) |MZä. z`ÏB šúüÏ%Ï»¢Á9$# 
Kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami; Maka datangkanlah sesuatu mukjizat, jika kamu memang Termasuk orang-orang yang benar".

-          Ucapan Penduduk Aikah kepada Nabi mereka Syu’aib dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka : (Asy-Syu’araa; : 186).
(#þqä9$s% !$yJ¯RÎ) |MRr& z`ÏB tûï̍­s|¡ßJø9$# ÇÊÑÎÈ   !$tBur |MRr& žwÎ) ׎|³o0 $oYè=÷WÏiB bÎ)ur y7ZÝà¯R z`ÏJs9 tûüÎ/É»s3ø9$# ÇÊÑÏÈ  
185. Mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir,
186. Dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti Kami, dan Sesungguhnya Kami yakin bahwa kamu benar-benar Termasuk orang-orang yang berdusta.

-          Ucapan kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad SAW yang memandang beliau semata-mata sebagai manusia dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka :
(#qä9$s%ur ÉA$tB #x»yd ÉAqߧ9$# ã@à2ù'tƒ uQ$yè©Ü9$# ÓÅ´ôJtƒur Îû É-#uqóF{$#   Iwöqs9 tAÌRé& Ïmøs9Î) ҁn=tB šcqä3uŠsù ¼çmyètB #·ƒÉtR
Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?,

Nabi telah menginformasikan status dirinya dengan benar akan sifat-sifat luhur dan hal-hal yang melampauai kebiasaan yang membuatnya berbeda dengan manusia lain.
-          Sabda beliau dalam sebuah hadits shahih : “Kedua mataku terpejam namun hatiku tetap terjaga”.
-          “Saya mampu melihat kalian dari belakangku sebagaimana melihatmu dari depan”.
-          “Saya dianugerahi pintu-pintu gudang dunia”.
Meskipun telah wafat, Rasulullah tetap hidup dalam bentuk kehidupan barzakh yang sempurna. Beliau mampu mendengar perkataan, membalas salam dan shalawat orang yang bershalawat sampai kepada beliau. Amal perbuatan ummat disampaikan kepada beliau hingga beliau berbahagia atas perbuatan orang-orang yang baik dan beristighfar terhadap orang-orang yang melakukan dosa. Allah juga mengharamkan bumi untuk memakan jasadnya. Jasad Nabi terlindungi dari hal-hal yang bersifat merusak dan dari apapun yang berada dalam tanah.
Dai Aus ibn Aus, ia berkata , “Rasulullah SAW bersabda, “Salah satu hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at ; di hari itu Adam diciptakan dan wafat, Israfil meniup sangkakala dan matinya seluruh makhluk. Maka perbanyaklah bershalawat untukku pada hari Jum’at. Karena shalawat kalian disampaikan kepadaku”. Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami sampai kepadamu padahal tubuhmu telah hancur?” tanya para sahabat. “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” Jawab Rasulullah. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah dan Ibn Hikam dalam kitab shahihnya serta Al-Hakim yang menilai hadits ini shahih). 
Menyangkut keutuhan jasad para Nabi Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuthi menyusun sebuah risalah khusus menyangkut hal tersebut yang berjudul ‘Inbaa’ul Adzkiyaa’ bi Hayaatil Anbiyaa’.
Dari ibnu Mas’ud Rasulullah SAW bersabda, “ Hidupku lebih baik buat kalian. Kalian berbicara dan saya berbicara kepada kalian. Dan jika saya meninggal dunia maka kewafatanku lebih baik buat kalian. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku melihat amal baik aku memuji Allahdan jika aku melihat amal buruk aku beristighfar buat kalian”. Kata Al-Haitsami , “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan standar perawi hadits shahih.
Dari Abi Hurairah RA dari Rasulullah SAW, beliau berkata, “ Tidak ada seorangpun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan nyawaku hingga aku membalas salamnya”. HR. Ahmad dan Abu Dawud.
Sebagian ulama menafsirkannya dengan mengembalikan kemampuan berbicara beliau.
Dari ‘Ammar ibn Yaasir, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT mewakilkan seorang malaikat yang diberi Allah nama semua makhluk pada kuburanku.  Maka tidak ada seorang pun hingga hari kiamat yang menyampaikan shalawat untukku kecuali malaikat itu menyampaikan kepadaku namanya dan nama ayahnya ; ini adalah si fulan anak si fulan yang telah menyampaikan shalawat untukmu”. HR. Al-Bazzaar dan Abu al-Syaikh ibn Hibban yang redaksinya : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada malaikat Allah yang telah diberi semua nama makhluk oleh Allah. Ia berdiri di atas kuburanku jika aku meninggal. Maka tidak ada seorang pun yang menyampaikan shalawat kepadaku kecuali si malaikat berkata, “Wahai Muhammad ! fulan anak fulan telah menyampaikan shalawat untukmu”. Rasulullah berkata, “Rabb Tabaraka wa Ta’ala merahmatinya. Untuk satu shalawat dibalas 10 rahmat”. Dalam Al-Kabiir Al-Thabaraani meriwayatkan hadits seperti ini
Meskipun Rasulullah SAW telah wafat namun keutamaan, kedudukan dan derajatnya di sisi Allah tetap abadi. Mereka yang beriman tidak akan ragu akan fakta ini. Karena itu, bertawassul kepada Nabi Muhammad SAW pada dasarnya kembali kepada keyakinan keberadaan hal-hal di muka dan meyakini beliau dicintai dan dimuliakan Allah serta keimanan kepada beliau dan kepada risalahnya. Dan tawassul bukanlah berarti beribadah kepada Nabi SAW. Karena beliau betatapapun tinggi derajat dan kedudukannya tetaplah seorang makhluk yang tidak mampu menolak bahaya dan memberi manfaat tanpa izin Allah.
Allah SWT berfirman :
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur (
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".

ASPEK-ASPEK YANG SAMA ANTARA STATUS KHALIQ DAN MAKHLUQ TIDAK BERTENTANGAN DENGAN KESUCIAN ALLAH

Banyak orang keliru dalam memahami sebagian aspek-aspek yang sama antara status Khaliq dan makhluq. Mereka  menganggap bahwa menisbatkan aspek-aspek di atas kepada status makhluk adalah menyekutukan Allah.
Diantara aspek-aspek di atas adalah seperti sifat-sifat khusus kenabian yang salah dipahami oleh sebagaian orang dan menganalogikannya dengan analogi kemanusiaan. Karena itu mereka menilai terlalu berlebihan bila aspek-aspek tersebut disandarkan kepada Rasulullah. Mereka menilai bahwa menisbatkan aspek-aspek itu kepada Rasulullah berarti mensifati beliau dengan sebagaian sifat-sifat ketuhanan. Pandangan ini adalah sebuah kebodohan murni. Karena Allah SWT bebas memberi siapa saja dan sesuai kehendak-Nya tanpa ada tekanan yang mengharuskan. Tapi semata-mata karunia-Nya kepada orang yang hendak Dia mulyakan, Dia tinggikan derajat dan hendak ditonjolkan kelebihannya atas orang lain. Hal ini bukan berarti melepas hak-hak dan sifat-sifat ketuhanan. Hak-hak sifat-sifat ketuhanan tetap terpelihara sesuai dengan kedudukan Allah SWT. Jika ada makhluk yang memiliki salah satu dari hak atau sifat ketuhanan maka harus disesuaikan dengan kondisi kemanusiaan, yaitu harus terbatasi dan diperoleh lewat izin, anugerah, dan kehendak Allah. Bukan karena kekuatan makhluk, rencana dan perintahnya. Karena manusia adalah makhluk lemah yang tidak mampu menimpakan bahaya, memberi manfaat, kematian , kehidupan dan kebangkitan dari kubur untuk dirinya sendiri. Banyak hal-hal yang da dalil yang menunjukkanya sebagai hak Allah, namun Allah SWT memberikannya kepada Nabi SAW dan orang lain.
Berangkat dari penjelasan di atas, pensifatan Nabi SAW dengan hal-hal di atas tidak meninggikannya sampai ke derajat ketuhanan atau menjadikan beliau sebagai sekutu bagi Allah SWT.
Di antara aspek-aspek di atas adalah :
¥  Syafaat; syafaat adalah milik Allah. Allah berfirman :
@è% °! èpyè»xÿ¤±9$# $YèŠÏHsd (
Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.

Namun syafaat juga dimiliki oleh Rasul SAW dan orang lain atas kehendak Allah seperti terdapat dalam sebuah hadits : Saya dikaruniai syafaat, dan : Saya adalah orang pertama yang memberi syafaat dan diterima syafaatnya.
¥  Mengetahui hal-hal ghaib adalah milik Allah.
@è% žw ÞOn=÷ètƒ `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur |=øtóø9$# žwÎ) ª!$# 4
Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah",

Namun terdapat dalil yang menunjukkan Allah menginformasikan kepada Nabi hal-hal gaib :
ãNÎ=»tã É=øtóø9$# Ÿxsù ãÎgôàム4n?tã ÿ¾ÏmÎ7øŠxî #´tnr& ÇËÏÈ  
26. (dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.

žwÎ) Ç`tB 4Ó|Ós?ö$# `ÏB 5Aqߧ ¼çm¯RÎ*sù à7è=ó¡o .`ÏB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz #Y|¹u ÇËÐÈ  
27. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.

¥  Hidayah; hidayah khusus milik Allah. Allah berfirman :
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ  
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

Tapi terdapat ayat yang menjelaskan bahwa Nabi SAW juga bisa memberi hidayah. Allah berfirman :
.........................................................................................................
Hidayah yang terdapat dalam ayat pertama berbeda dengan hidayah dalam ayat kedua. Perbedaan ini hanya dapat dipahami oleh kaum mu’minin yang memiliki kemampuan berfikir yang baik yang mampu membedakan status Khaliq dan makhluk. Jika pengertian hidayah disamakan niscaya Allah perlu mengatakan Sesungguhnya engkau memberi hidayah yang berupa bimbingan, atau sesungguhnya engkau memberi hidayah tapi bukan seperti hidayah-Ku. Tapi kedua ungkapan ini tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Malah Allah membiarkan lafadl hidayah tanpa keterangan apapun. Karena orang yang mengesakan Allah dari kaum muslimin bisa memahami kata-kata dan mengerti perbedaan indikasi dari kata-kata tersebut menyangkut apa yang disandarkan kepada Allah dan Rasulullah SAW. Masalah ini sama dengan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an yang memberi sifat Rasul dengan Al-Ra’fah dan Al-Rahmah saat Allah berfirman  :
šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§
Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.

dan Allah juga mensifati diri-Nya dengan dua sifat di atas dalam banyak ayat. Allah SWT berfirman (Ô$râäu ÒOŠÏm§). Sudah umum diketahui bahwa  Al-Ra’fah dan Al-Rahmah dalam ayat kedua berbeda arti dengan Al-Ra’fah dan Al-Rahmah dalam ayat pertama. Waktu Allah mensifati Nabi-Nya dengan kedua sifat tersebut Dia mensifatinya tanpa embel-embel apapun. Karena orang yang dikhithabi yang seorang mu’min yang mengesakan Allah mengerti perbedaan antara Khaliq dan makhluk. Seandainya tidak demikian, Allah perlu mengatakan Ra’uuf dengan ra’fah yang berbeda dengan ra’fah-Ku, dan rahiim dengan rahmat yang berbeda dengan rahmat-Ku, atau mengatakan Ra’uuf dengan rahmat tertentu dan Rahiim dengan rahmat tertentu, atau bisa juga mengetakan Ra’uuf dengan ra’fah kemanusiaan dan rahiim dengan rahmat kemanusiaan. Namun semua ini ternyata tidak ada. Malah Allah memberi Nabi sifat ra’fah dan rahmat tanpa menambahkan penjelasan apapun. Allah berfirman :
šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§

1 komentar:

  1. Best 9 Casino Slot Sites 2021 | MapyRO
    Top 10 Casino Slot Sites with Real Money Play · 경상북도 출장샵 Red Dog Casino – Best for Slots · Vegas Slots Online 양주 출장안마 – Best 평택 출장마사지 Bonuses · Red Dog 의왕 출장마사지 Casino 여수 출장샵 – Best for

    BalasHapus