Jumat, 22 Maret 2013

MERAWAT JENAZAH /MAYYIT

OLEH  GUS AN'IM


BAB  VIII Tajhizul Janaiz/Merawat Jenazah

Pendahuluan
Tajhizul mayit artinya merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal. Secara fardhu kifayah, hal-hal yang harus dilakukan kaum muslimin ketika dihadapkan kepada kematian orang lain, berkisar pada empat hal :
1.   Memandikan.
2.   Mengkafani.
3.   Mensholati.
4.   Memakamkan.
Hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan sarana dan prasarana perawatan, diambilkan dari harta tirkah (peninggalan) mayit. [1] Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada taraf praktek terdapat beberapa pemilahan tergantung status agama dan kondisi mayit.
Muslim
Kewajiban yang harus dilakukan terhadap mayit muslim adalah :
1.   Memandikan.
2.   Mengkafani.
3.   Menshalati.
4.   Memakamkan.
Syahid dunia akhirat
Hal yang perlu dilakukan  hanya ada dua macam, yaitu :
1. Menyempurnakan kain kafan ketika pakaian yang dikenakannya kurang.
2. Memakamkannya.
Bayi yang lahir prematur (usia kandungan belum genap enam bulan)
Dalam kitab-kitab salafy dikenal ada tiga macam kondisi bayi yang masing-masing memiliki hukum yang berbeda-beda. Ketiga macam kondisi tersebut adalah:
v Lahir dalam keadaaan hidup (Hal ini bisa diketahui dengan jeritan, gerakan atau yang lainnya). Yang perlu dilakukan adalah sebagaimana kewajiban terhadap mayit muslim dewasa.
v Lahir dalam bentuk bayi sempurna, namun tidak diketahui tanda-tanda kehidupan.Yang harus dilakukan adalah segala kewajiban di atas selain men-sholati. Adapun hukum men-sholatinya tidak diperbolehkan.
v Belum berbentuk Manusia. Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun, namun sunah membungkusnya dengan kain dan memakamkannya. [2]
      Kafir Dzimmi.
Kewajiban yang harus dilaku-kan hanya ada dua macam, yaitu:
1.   Mengkafani.
2.   Memakamkan. [3]

Memandikan Mayit

Sebelum mayit dibawa ke tempat memandikan, terlebih dahulu disediakan seperangkat alat mandi yang akan dibutuhkan, seperti daun bidara, sabun yang diaduk dengan air, air bersih, air yang dicampur sedikit kapur barus, handuk, dll.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah :


Orang-orang yang memandikan
vOrang yang memandikan harus sejenis. Kecuali masih ada ikatan mahrom, suami istri, atau mayit adalah seorang anak kecil yang belum menimbulkan potensi syahwat. Jika tidak ditemukan orang yang sejenis atau orang-orang yang boleh memandikan, maka mayit cukup ditayammumi dengan ditutupi semua anggota badannya selain anggota tayammum. Dan orang yang menayamumi harus beralas tangan. [4]
vOrang yang lebih utama dalam memandikan mayit laki-laki adalah ahli waris ‘ashobah laki-laki dengan urutan sebagai berikut:
1.     Ayah.
2.     Kakek dan seatasnya.
3.     Anak laki-laki.
4.     Cucu laki-laki dan sebawahnya.
5.     Saudara laki-laki kandung.
6.     Saudara laki-laki seayah.
7.     Anak dari saudara laki-laki kandung.
8.     Anak  saudara lk 2 seayah.
9.     Saudara ayah sekandung.
10. Saudara ayah seayah.
Disusul selanjutnya kerabat laki-laki yang lain, kemudian isteri, dan terakhir orang lain.
Jika mayitnya perempuan, maka yang paling utama memandikan adalah perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan masih ada ikatan mahrom, seperti anak perempuan, ibu  dan saudara perempuan. [5]
vOrang yang memandikan dan orang yang membantunya harus memiliki sifat amanah (dapat dipercaya), dalam artian:
· Kemampuannya dalam meman-dikan mayit tidak diragukan.
· Seandainya dia memberitakan suatu kondisi menggembirakan yang nampak dari mayit, maka beritanya dapat dipercayai kebenarannya. Sebaliknya, jika melihat hal-hal yang tidak menggembirakan, maka ia mampu untuk merahasiakan. [6]
Tempat memandikan.
vSepi, tertutup dan tidak ada orang masuk kecuali orang  yang bertugas.
vDitaburi wewangian, semisal dengan membakar dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit, selain juga karena ada ulama yang berpendapat supaya Malaikat turun memberikan rahmatnya. [7]
Etika Memandikan. [8]
v Haram melihat aurat mayit, kecuali untuk kesempurnaan memandikan. Seperti untuk memastikan bahwa air yang disiramkan sudah merata atau untuk menghilangkan kotoran yang dapat mencegah sampainya air pada kulit mayit.
v Wajib memakai alas tangan ketika menyentuh auratnya. Dan sunah ketika menyentuh bagian tubuh selain aurat.
v Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti di atas dipan atau dipangku oleh tiga atau empat orang. Hal ini dilakukan guna mencegah mayit supaya tidak terkena percikan air.
v Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua anggota tubuhnya. Jika tidak memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup auratnya saja yang ditutup.
v Disunahkan menutup wajah mayit mulai awal sampai selesai memandikan.
v sunah memakai air dingin, karena lebih menguatkan daya tahan tubuh mayit. Kecuali saat cuaca dingin, sunah memakai air hangat.
Tata Cara Memandikan. [9]
Batas mencukupi atau minimal.
Memandikan mayit sudah dianggap cukup apabila sudah melaksanakan beberapa hal berikut ini:
· Menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayit.
· Mengguyurkan air secara merata ke seluruh tubuh mayit. Termasuk juga bagian farji tsayyib (kemaluan wanita yang tidak perawan lagi) yang tampak ketika duduk, atau bagian dalam alat kelamin laki-laki yang belum dikhitan (Jawa: kuncup).
Catatan: Jika terdapat najis yang sulit dihilangkan, semisall najis di bawah kuncup, maka setelah dimandikan, mayitt langsung dimakamkan tanpa disholati terlebih dahulu. Namun ada yang berpendapat, bahwa bagian anggota tubuh mayit yang tidak terbasuh bisa diganti dengan tayamum dan najisnya dihukumi ma’fu (dimaafkan).[10]
Cara-cara mentayamumi mayit adalah sebagai berikut :
§ Menepukkan kedua telapak tangan pada debu disertai dengan niat sebagaimana berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتَ قُلْفَةِ هَذَا الْمَيِّتِ
Atau bisa juga dengan membaca :
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاةِ عَنْ هَذَا الْمَيِّت
Niat ini harus terus dibisikkan dalam hati (istidamah) sampai kedua telapak tangan orang tersebut mengusap wajah mayit.
§ Untuk kedua kalinya menepukkan kedua telapak tangan pada debu yang digunakan untuk mengusap kedua tangan mayit. Dengan cara mengusapkan tangan kiri pada tangan kanan mayit dan mengusapkan tangan kanan pada tangan kiri mayit.
Selain tata cara di atas, bisa pula dengan cara tepukan tangan kanan pertama digunakan untuk mengusap wajah mayit, kemudian tepukan tangan kiri untuk mengusap tangan kanan mayit. Dan pukulan tangan kanan kedua digunakan untuk mengusap tangan kiri mayit.
Batas kesempurnaan. [11]
Memandikan dianggap sempurna apabila melaksanakan beberapa hal berikut ini:
· Mendudukkan mayit dengan posisi agak condong ke belakang.
· Pundak mayit disanggah tangan kanan orang yang memandikan dengan ibu jari diletakkan pada tengkuk. Hal ini dilakukan supaya kepalanya tidak miring.
· Punggung mayit disanggah lutut kanan orang yang memandikan. [12]
· Perut mayit diurut (dipijat) dengan tangan kiri secara pelan-pelan oleh orang yang memandikan dengan berulang-ulang supaya kotoran yang ada dalam perut bisa keluar.
· Mayit diletakkan kembali ke posisi terlentang, kemudian dimiringkan kekiri.
· Membersihkan qubul dan dubur (dua kemaluan) mayit dengan menggunakan tangan kiri yang beralaskan kain.
· Membersihkan gigi mayit dan kedua lubang hidungnya dengan menggunakan jari telunjuk tangan kiri yang beralaskan kain basah (selain kain yang telah dipakai diatas). Jika tangan terkena kotoran qubul/ dubur mayit, maka harus disucikan terlebih dahulu.
· Mewudlukan mayit persis seperti wudlu orang yang hidup, baik rukun maupun sunatnya (disunatkan tidak membuka mulut mayit, supaya air tidak masuk ke dalam anggota tubuh mayit). Ada ulama yang berpendapat bahwa jika mulut mayit terkena najis dan perlu membuka mulutnya, maka sebaiknya dibuka mulutnya kemudian dibersihkan, walaupun diketahui air akan masuk kedalam tubuhnya.
Adapun niat mewudlukan mayit adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهَذَا الْمَيِّتِ
Mengguyurkan air ke kepala mayit, kemudian jenggot, dengan memakai air yang telah dicampur daun bidara atau sampho.
· Menyisir rambut dan jenggot mayit yang tebal dengan pelan-pelan, memakai sisir yang longgar (bagi mayit yang sedang melaksanakan Ihrom) agar tidak ada rambut yang rontok. Jika ada rambut dan jenggot yang rontok, maka harus diambil kembali dan dikebumikan, namun kesunatannya dibungkus dengan kain kafan kemudian dikebumikan bersama mayit.
· Mengguyur sebelah kanan bagian belakang anggota tubuh mayit, dimulai dari leher sampai telapak kaki dengan memakai air yang telah dicampur daun bidara atau sabun. Kemudian mengguyur bagian sebelah kirinya. Juga dimulai dari leher sampai telapak kaki.
· Mengguyur sebelah kanan bagian belakang anggota tubuh mayit dengan agak memiringkan posisinya, mulai tengkuk sampai ke bawah. Kemudian bagian sebelah kiri, juga dimulai dari bagian tengkuk sampai kebawah.
· Mengguyur seluruh tubuh mayit mulai kepala sampai kaki dengan air yang murni (tidak dicampur dengan daun bidara atau lainnya). Air ini digunakan untuk membilas sisa-sisa daun bidara, sabun atau sesuatu yang ada pada tubuh mayit dengan posisi mayit dimiringkan.
· Mengguyur seluruh tubuh mayit untuk kesekian kalinya dengan memakai air yang dicampur sedikit kapur barus. Dengan catatan mayit bukanlah orang yang sedang melaksanakan Ihrom.
Pada saat basuhan terakhir ini disunahkan untuk membaca niat :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ عَنْ هَذَا الْمَيِّتِ
Atau
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ
@ Catatan :     
Pelaksanaan memandikan semacam ini adalah menurut komentar Syeikh Amin al-Kurdi dalam Tanwir al- Qulub, prosesi semacam ini masih dikategorikan batas minimal kesempurnaan, karena yang dihitung sebagai basuhan (guyuran) fardlu adalah yang paling akhir/ ketiga. Sebab air pada basuhan pertama dicampur dengan daun bidara/ sabun yang menyebabkan hilangnya sifat suci dan mensucikannya. Sementara air pada basuhan kedua juga telah berubah ketika air tersebut menyentuh tubuh mayit yang masih banyak daun bidara, sabun atau sampho sebagai akibat dari basuhan yang pertama.
Kesempurnaan Sedang
Yaitu memandikan mayit dengan batas minimal kesempurnaan seperti diatas kemudian ditambah dua basuhan air bersih/dikasih sedikit kapur barus, sehingga berjumlah lima basuhan. Atau mengulang basuhan air yang bercampur daun bidara/sabun kemudian air bersih (air pembilas) masing-masing sebanyak dua kali (empat kali basuhan), kemudian ditambah tiga basuhan air bersih/yang dikasih sedikit kapur barus sehingga berjumlah tujuh basuhan.
Kesempurnaan Maksimal
Yaitu mengulang basuhan air yang bercampur daun bidara/ sabun kemudian air bersih (air pembilas) masing-masing sebanyak tiga kali (enam kali basuhan), kemudian ditambah tiga basuhan air bersih/yang dikasih sedikit kapur barus sehingga berjumlah sembilan basuhan.

Mengkafani Mayit [13]

Tata cara praktis dalam mengkafani mayit adalah:
v Sebelum mayit selesai dimandikan, siapkan dulu lima lembar kain kafan bersih dan berwarna putih, yang terdiri dari baju kurung, surban dan tiga lembar kain lebar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh. Bisa juga dengan tiga lembar kain yang berupa lembaran kain lebar yang sekiranya dapat digunakan untuk menutupi seluruh tubuh mayit. Sebelumnya, masing-masing kain kafan tersebut telah ditaburi wewangian. Selain itu siapkan juga kapas yang telah diberi wewangian secukupnya.
v Pertama kali letakkan lembaran-lembaran kain lebar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh, kemudian baju kurung, lalu surban.
v Letakkan mayit yang telah selesai dimandikan dan ditaburi wewangian, dengan posisi terlentang diatasnya, dan posisi tangan disedekapkan.
v Letakkan kapas yang telah diberi wewangian pada anggota-anggota tubuh yang berlubang. Aggota tubuh tersebut meliputi: kedua mata, kedua lubang hidung, kedua telinga, mulut dan dubur. Tambahkan pula pada anggota-anggota sujud, yaitu: kening, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak kaki serta anggota tubuh yang terluka.
v Mengikat pantat dengan sehelai kain yang kedua ujungnya dibelah dua. Cara mengikatnya yaitu, letakkan ujung yang telah dibagi dua tersebut, dimulai dari arah depan kelamin lalu masukkan ke daerah diantara kedua paha sampai menutupi bawah pantat. Selanjutnya kedua ujung bagian belakang diikatkan di atas pusar dan dua ujung bagian depan diikatkan pada ikatan tersebut.
v Lalu mayit dibungkus dengan lapisan pertama dimulai dari sisi kiri dilipat ke kanan, kemudian sisi kanan dilipat ke kiri. Sedangkan untuk lapis kedua dan ketiga sebagaimana lipatan lapis pertama. Bisa pula lipatan pertama, kedua dan ketiga diselang-seling. Hal di atas dilakukan setelah pemakaian baju kurung dan sorban. Untuk kelebihan kain di ujung kepala dan kaki diikatkan (dipocong) dan diusahakan pocongan kepala lebih panjang.
v Setelah mayit dibungkus, sebaiknya diikat dengan beberapa ikatan agar kafan tidak mudah terbuka saat dibawa ke pemakaman.  Sedangkan untuk mayit perempuan, ditambah ikatan di bagian dada. Hal ini berlaku bagi mayit yang tidak sedang Ihrom (muhrim). Jika mayit berstatus muhrim, maka tidak boleh diikat dan bagian kepalanya dibiarkan terbuka. Hukum ini berlaku bagi laki-laki, sedangkan untuk perempuan  hanya bagian wajahnya saja yang dibiarkan terbuka.

Mensholati Mayit  [14]
Hal-hal yang berkaitan dengan mensholati mayit yang perlu diketahui meliputi : syarat, rukun, teknis pelaksanaan, serta hal-hal yang disunahkan ketika mensholati mayit.
Syarat-Syarat Sholat Mayit
1.   Mayit telah selesai dimandikan dan suci dari najis baik tubuh, kafan atau tempatnya. Apabila setelah dimandikan dan belum disholati keluar najis dari tubuh mayit, maka harus dihilangkan terlebih dahulu. Jika keluarnya setelah sholat, maka hukum menghilangkannya adalah sunah. Namun menurut Al-Romli hukumnya tetap wajib. Kecuali najis tersebut terus–menerus keluar, maka mayit tetap disholati sebagaimana sholatnya orang hidup yang menderita penyakit tidak mampu menahan kencing (Jawa: beser). Dan anggota tubuh yang terdapat najis tersebut harus ditutupi lalu mayit segera disholati.
2.   Orang yang mensholati (mushalli) telah memenuhi syarat-syarat sah melaksanakan sholat.
3.   Posisi  musholli berada dibelakang jenazah. Jika jenazahnya laki-laki, bagi imam atau munfarid (orang yang sholat sendirian) sebaiknya berdiri tepat pada kepala, sedang bila jenazahnya perempuan, maka posisinya tepat pada pantat. 
4.   Jarak antara keduanya (mayit dan musholli) tidak melebihi 300 dziro’ (+ 144 m.), jika sholat dilaksanakan di luar masjid.
5.   Tidak ada penghalang antara keduanya. Dalam arti seandainya mayit berada dalam keranda yang ditutup, keranda  tersebut tidak boleh dipaku. Kecuali jika pelaksanaan sholatnya dilakukan di masjid.
6.   Musholli hadir (berada di dekat mayit), jika mayit yang disholati tidak ghoib.
Rukun-rukun Sholat Mayit
1.  Niat.
Dalam niat, diwajibkan untuk menyengaja dan menentukan (ta’yin) sholat, berikut menyertakan niat bersamaan takbir pertama (takbirotul ihrom). Untuk bacaan niatnya adalah :
أُصَلِّى عَلىَ هَذَا الْمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ مَأْمُوْمًا/إِمَاماً فَرْضَ كِفَايَةٍ لِلَّهِ تَعَالىَ
2.  Berdiri bagi yang mampu.
3.  Melakukan takbir 4 kali dengan menghitung takbirotul ihrom.
4.  Membaca surat Al-Fatihah atau penggantinya bila tidak mampu.
5.  Membaca sholawat Nabi SAW. setelah takbir kedua.
6.  Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.
7.  Membaca salam pertama.

Teknis pelaksanaan.

1.   Takbirotul ihrom besertaan dengan niat dan sebelumnya disunatkan untuk melafadzkan-nya. Bunyi niatnya adalah :
أُصَلِّى عَلىَ هَذَا الْمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ مَأْمُوْمًا/إِمَاماً فَرْضَ كِفَايَةٍ لِلَّهِ تَعَالىَ
2.   Membaca surat Al-Fatihah.
3.   Melakukan takbir kedua.
4.   Membaca Sholawat kepada Nabi SAW.
اَلْلَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَابَارَكْتَ عَلىَ سَيَّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٍ
5.   Melakukan takbir ketiga, kemudian membaca do’a:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُوْلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَأَغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابَ اْلقَبْرِ وَفِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ.
6.   Melakukan takbir keempat dan disunatkan membaca do’a :
اَللَّهُمُّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ
7.   Membaca salam.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Kesunahan dalam Sholat Mayit.

v Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu meletakkannya di bawah dada pada setiap takbir.
v Memandang ke arah jenazah. Namun menurut sebagian ulama, kesunahannya tetap memandang kepada tempat sujudnya, sebagaimana sholat yang lain.
v Membaca do’a ta’awwudz sebelum membaca surat Al-Fatihah.
v Melirihkan bacaan ta’awwudz dan do’a.
v Tidak membaca do’a Iftitah.
v Tidak membaca surat atau ayat Al-Qur`an. Namun jika seorang ma’mum bacaan Fatihahnya mendahului imam, maka dari pada diam, lebih baik membaca ayat–ayat Al-Qur’an
v Membaca Hamdalah sebelum membaca Sholawat
v Membaca sholawat kepada keluarga Rasulullah saw. seperti :

اَللُّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَابَارَكْتَ عَلىَ سَيَّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٍ
v Mendo’akan orang2 Islam setelah membaca sholawat, seperti  :
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
v  Ketika salam, sunat membaca:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pemakaman Jenazah

Persiapan.
Sebelum jenazah diberangkatkan ke tempat pemakaman, liang kubur harus sudah siap, begitu pula semua peralatan pemakaman, seperti papan, batu nisan dan lain-lain.
Liang kubur. [15]
Ukuran liang kubur adalah:
Panjang            : Sepanjang jenazah ditambah kira-kira 0,5 m.
Lebar    : +1 m
Dalam   : Setinggi postur tubuh manusia ditambah satu hasta  (+ 60 cm)
Menurut keterangan dalam kitab I’ânah  al-Thôlibin juz  II hal 117 disebutkan, bahwa untuk panjang dan lebar liang kubur seyogyanya seukuran jenazah ditambah tempat yang sekiranya cukup digunakan untuk orang yang menaruh mayit di dalam kubur.


Proses pemberangkatan Jenazah.
1.  Pelepasan jenazah.
Setelah selesai disholati, kemudian keranda jenazah diangkat, setelah itu salah satu wakil dari keluarga memberikan kata sambutan pelepasan jenazah yang isinya sebagaimana berikut :
v   Permintaan maaf kepada para hadirin dan handai taulan, atas kesalahan yang pernah diperbuat mayit.
v   Pemberitahuan tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada ahli waris.
v   Persaksian atas baik dan buruknya amal perbuatan mayit.
v   Sekedar mau’idhah hasanah.
2.  Cara mengantar jenazah. [16]
v   Pada dasarnya, dalam mengusung jenazah diperbolehkan dengan berbagai cara. Namun disunatkan meletakkan jenazah di keranda, dengan diusung oleh tiga atau empat orang, yakni satu orang di depan dan dua yang lain di belakang atau masing-masing dua orang. Sedangkan pengusung sebaiknya dilakukan oleh orang laki-laki.
v   Dalam pengusungan, posisi kepala jenazah berada di depan.
v   Pengiring jenazah lebih baik berada di depan dan dekat dengan jenazah.
v   Mengiring dengan berjalan kaki lebih baik dari pada berkendaraan.
v   Bagi orang yang mengusung jenazah disunatkan berjalan agak cepat.
v   Makruh hukumnya berbicara (ramai-ramai) meskipun dengan bacaan al-Qur'an dan dzikir ketika mengiringi jenazah.
v   Juga makruh mengiringi bagi perempuan, serta mengiringi dengan menyalakan semacam api atau dupa.
3.  Proses Pemakaman Jenazah. [17]
Dalam penguburan mayit dikenal dua jenis liang kubur:
v   Liang cempuri, yaitu liang kuburan yang tengahnya digali (seperti menggali sungai), hal ini diperuntukkan bagi tanah yang gembur.
v   Liang landak, yaitu liang kuburan yang sisi sebelah baratnya digali sekira cukup untuk mayit, hal ini diperuntukkan bagi tanah yang keras.
Kemudian dilakukan proses pemakaman sebagaimana berikut:
a.  Setelah jenazah sampai di tempat pemakaman, keranda diletakkan di arah posisi peletakkan kaki mayit (untuk Indonesia pada arah selatan kubur).
b.  Kemudian, jenazah dikeluarkan dari keranda dimulai dari kepalanya lalu diangkat dalam posisi agak miring dan kepala menghadap kiblat dengan pelan-pelan. 
c.  Kemudian diserahkan pada orang yang ada di dalam kubur yang sudah siap-siap untuk menguburkannya. Hal ini bisa dilakukan oleh tiga orang: yang pertama bertugas menerima bagian kepala, orang kedua bagian lambung dan orang ketiga bagian kaki. Bagi orang yang menyerahkan jenazah disunahkan membaca do’a :[18]
اَللَّهُمَّ افْتَحْ َأبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوْحِهِ وَأَكْرِمْ مَنْـزِلَهُ وَوَسِّعْ لَهُ فِى قَبْرِهِ
Dan bagi yang meletakkan di sunatkan membaca do’a :
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Untuk lebih sempurnanya ditambah dengan do’a :
اَللَّهُمَّ أَسْلِمْهُ إِلَيْكَ اْلاَشْخَاصَ مِنْ وَالِدِهِ وَأَهْلِهِ وَقَرَابَتِهِ وَإِخْوَانِهِ وَفَارِقْ مَنْ كَانَ يُحِبُّ قُرْبَهُ وَخَرِّجْ مِن سَعَّةِ الدُّنْيَا وَالْحَيَاةِ إِلَى ظُلْمَةِ اْلقَبْرِ وَضَيْقِهِ وَنَزِّلْ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ وَإنْ عَاقَبْتَهُ فَذَنْبٌ وَإِنْ غَفَرْتَ عَنْهُ فَأَنْتَ أَهْلُ اْلعَفْوِ أَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ وَهُوَ فَقِيْرٌ إِلَى رَحْمَتِكَ . يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Catatan:
Untuk permasalahan memasukkan jenazah hendaknya diserahkan kepada orang-orang yang sudah ahli tentang tata cara pemakaman.
d.  Kemudian jenazah diletakkan pada tempat tersebut/ (dasar makam) dengan posisi menghadap (miring) ke arah kiblat serta kepala di arah utara. Tali-tali, terutama yang ada pada bagian atas, supaya dilepas agar wajah jenazah terbuka. Kemudian pipi jenazah ditempelkan  pada tanah.
Catatan : [19]
Pada saat proses pemakaman ini, setelah liang kubur ditutup dan sebelum ditimbun tanah, bagi penta’ziah (orang sekeliling) disunatkan dengan kedua tangan mengambil tiga genggam tanah bekas penggalian kubur kemudiaan menaburkannya ke dalam kubur melalui arah kepala mayit. Pada taburan pertama sunah membaca:
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ اللَّهُمَّ لَقِّنْهُ عِنْدَ الْمَسْأَلَةِ حُجَّتَهُ
Pada taburan kedua :                    
وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ اللَّهُمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوحِهِ
Pada taburan ketiga :
وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى اللَّهُمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ

Muhimmah [20]
Diriwayatkan dari Imam Taqiyyuddin As-Subuki dari Ayahnya dari Abi Abdillah Muhammad Al-Hafidz, bahwa Nabi pernah bersabda : “Barangsiapa mengambil tanah dari kubur pada saat pemakaman (seseorang), kemudian ia membacakan surat Al-Qadr (pada tanah tersebut) sebanyak tujuh kali, dan setelahnya diletakkan pada kain kafan atau dimasukkan ke dalam kubur, maka si mayit tidak akan mendapatkan siksa di dalam kubur”.
e.  Dan setelah itu salah satu diantara pengiring membaca adzan dan iqomah di dalam qubur. Sedangkan lafadznya sama dengan adzan dan iqomah dalam sholat. Kemudian di atas mayit ditutup dengan papan dan lubang-lubangnya ditutup dengan bata/ tanah. Khusus untuk liang landak, lubang yang ada di dalamnya ditutup dengan tanah dan bata. Kemudian liang kubur ditimbun dengan tanah sampai kira-kira setinggi satu jengkal dari tanah (sak kilan: jawa).
f.    Dan disunatkan lagi memberi/ memasang dua nisan (satu lurus diatas kepala dan  yang satunya lurus diatas kaki ).
g.  Juga disunatkan menabur bunga, memberi minyak wangi, meletakkan kerikil serta memercikkan air di atas makam.
h.  Selanjutnya salah satu wakil dari fihak keluarga atau orang yang ahli ibadah mentalqin mayit. Bagi yang mentalqin duduk dengan posisi menghadap ke timur lurus dengan kepala mayat. Dan bagi penta’ziah sebaiknya berdiri. Dalam talqin ini disunatkan untuk diulangi tiga kali.
i.    Selesai pentalqinan pihak keluarga dan para penta’ziah sebaiknya tidak bergegas untuk pulang, akan tetapi tinggal dulu sebentar untuk mendo’akan mayit agar dipermudah oleh Allah swt. untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir.
j.    Setelah berdo’a secukupnya para penta’ziah sudah diperbolehkan untuk pulang.



[1].Ibrohim al-Bajuri "Al Bajuri" Juz I hal. 242-243 Thoha Putra dan Syaikh al-Nawawi  al-Jawi "Nihayah al Zain" hal. 163 Al Hidayah
[2]. Mahfudz at-Tarmasi "at-Tarmasi" Juz III hal. 453-461 Mathba'ah 'Amirah.
[3]. Ibid, hal. 243-245
[4]. Ibrohim al-Bajuri "al-Bajuri" Juz I hal. 246 Thoha Putra
[5] Mahfudz at-Tarmasi "at-Tarmasi" Juz III hal. 410-413 dan 448-450
[6] . Ibrohim al-Bajuri "al-Bajuri" Juz I hal. 246 Thoha Putra
[7] . Mahfudz at-Tarmasi "at-Tarmasi" Juz III hal. 399-402 Mathba'ah 'Amirah
[8] . Ibid, hal. 399-406
[9] . Ibid, hal. 396-415
[10] . Muhamad ibn Umar ibn Ali Nawawi al-Jawi “Nihayah al-Zain” hal. 151, Thoha Putra.
[11]. Ibid, hal.  396-415
[12]. Untuk ketiga point ini hanya diperuntukkan bagi orang yang memandikan mayit sendirian. Dan jika mayit dipangku oleh para pembantu, hal ini cukup dilakukan pembantunya.
[13] . Ibid, hal. 415-427
[14]. Ibid, hal. 434-451
[15].  Mahfudz at-Tarmasy "at-Tarmasy" juz III hal. 462-464 Mathba'ah 'Amirah.
[16].  Ibid, hal. 427-430
[17].  Ibrohim al-Bajuri "al-Bajuri" Juz I hal. 256 Thoha Putra.
[18].  Muhamad ibn Umar ibn Ali Nawawi al-Jawi “Nihayah al-Zain” hal. 154, Thoha Putra.
[19]Sayid al-Bakri bin Muhammad Syatho “I’anah al-Thalibien” Juz II hal. 119 Dar Ihya’
[20] . Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar