oleh GUs An'im Fath
BAB V Sholat Fardlu
Pengertian Sholat
Sholat menurut arti bahasa adalah doa dan menurut istilah syara’
adalah beberapa bacaan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir
disertai niat dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan bacaan (rukun qouli)
ada lima yaitu takbirotul ihrom, membaca surat al-Fatihah, tasyahud, doa
sholawat dan salam. Sedangkan yang berkaitan dengan perbuatan (rukun fi’li)
ada delapan yaitu niat, berdiri, ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara
keduanya, duduk untuk melaksanakan tasyahud, sholawat dan tartib. [1]
Syarat-syarat kewajiban melaksana-kan sholat ada 3 yaitu :
v Islam
v Baligh
v Berakal
Mengenai syarat yang harus di penuhi sebelum pelaksanaan sholat
ada 5 yaitu:
1.
Sucinya anggota
tubuh dari hadats
2.
Menutup aurat
3.
Berada di tempat
yang suci
4.
Mengetahui
masuknya waktu sholat
5.
Menghadap qiblat
Rukun-rukun dalam
pelaksanaan sholat ada 17 yakni :
1.
Niat.
2.
Berdiri bagi yang
mampu.
3.
Takbirtul ihrom.
4.
Membaca surat
al-fatihah.
5.
Ruku’.
6.
Diam barang
sejenak (Thuma'ninah) saat ruku’.
7.
I’tidal.
8.
Thuma'ninah saat i’tidal.
9.
Sujud.
10.
Thuma'ninah saat sujud.
11.
Duduk di antara
dua sujud.
12.
Thuma'ninah saat duduk di
antara dua sujud.
13.
Duduk yang
terakhir (duduk sebelum salam).
14.
Membaca tasyahud
akhir.
15.
Membaca do’a
sholawat saat tasyahud akhir.
16.
Salam yang
pertama.
17.
Tertib.
Sholat dihukumi batal apabila ditemukan salah satu dari hal-hal
berikut ini :
1.
Sengaja berbicara
(sekira bisa di dengar orang yang normal pendengarannya) 2 huruf atau lebih,
baik memahamkan maupun tidak, atau satu huruf yang bisa memahamkan.
2.
Melakukan
pekerjaan yang banyak (menurut urf) yang bukan termasuk rangkaian
sholat.
3.
Datangnya hadats
sebelum salam yang pertama.
4.
Terkena najis yang
tidak di ma’fu.
5.
Terbukanya aurat.
6.
Merubah niat.
7.
Berpaling dari
qiblat.
8.
Makan maupun
minum.
9.
Mengeluarkan suara
sekira nampak dua huruf.
10.Murtad
Praktek
Pelaksanaan Sholat
Kesalahan yang terjadi dalam menerapkan aturan sholat, bisa saja
mengakibatkan batalnya sholat.
Selanjutnya dalam pelaksanaan yang harus di lakukan pertama kali
yaitu memenuhi segala bentuk persyaratan sebelum masuk sholat seperti
keterangan di atas. Dan setelah itu baru dimulai untuk melaksanakan beberapa
rangkaian rukun-rukun sholat dengan penjelasan sbb:
Niat ini merupakan bentuk pekerjaan sholat yang dilakukan hati,
dimana dalam prakteknya, niat adalah kehendak hati untuk melakukan
rangkaian-rangkaian sholat saat takbiratul ihrom. Kemudian dalam pelaksanaan
sholat fardlu baik sholat maktubah, nadzar atau lainnya maka ada 3 keharusan
dalam niatnya yaitu:
Ü Kehendak melakukan beberapa rangkaian rukun-rukun sholat.
Ü Menentukan kejelasan status sholat yang di\lakukan seperti dzuhur,
ashar dll.
Ü Menentukan kefardluannya.
Adapun kesunahan
di dalan niat yaitu :
Ü Menyandarkan ibadah sholat kepada Allah.
Ü Menjelaskan status ada’ dan qadla’-nya.
Ü Menjelaskan menghadap qiblat dan jumlah rekaatnya.
Ü Serta mengucapkan niat terlebih dahulu sebelum takbir seperti:
أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً ِللهِ تَعَالَى
Sekali lagi perlu di ingat bahwa niat itu merupakan pekerjaan hati
sehingga bila hanya di ucapkan oleh mulut atau di bayangkan saja maka tidak sah
niatnya.
Dalam pelaksanaan takbiratul ihrom ini harus bersamaan (muqoronah)
dengan niat bahkan diwajibkan menghadirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
sholat secara detail termasuk rukun-rukunnya, mulai awwal lafadz takbir hingga
huruf ro’nya. Namun karena hal ini sangat sulit sekali bagi kebanyakan orang
awam, sehingga Imam Ghozali memberikan
kelong-garan kepada mereka yang belum mampu menghadirkan sholat saat takbiratul
ihrom, cukup menghadirkan secara globalnya saja, dalam
arti cukup bersamaan dengan salah satu juz (bagian) dari takbir, karena menurut
beliau kalau dipaksakan justru akan menyebabkan was-was.
Kemudian saat mengucapkan takbir disunahkan mengangkat kedua telapak
tangan dengan dihadapkan kearah kiblat dalam keadaan terbuka serta sedikit
direnggangkan jari-jarinya sampai pada kedua pundak, tepatnya seluruh jari-jari
selain ibu jari berada di sebelah atas telinga dan ibu jari berada di sebelah
lubang telinga. Sedangkan telapak tangan bagian luar berada di sebelah pundak.
Menurut pendapat yang kuat, kesunahan mengangkat kedua telapak tangan sampai
pundak ini secara bersamaan, dengan disertai bacaan
takbir mulai awal hingga akhir.
Selain
hal-hal di atas, termasuk syarat yang harus dipenuhi ketika membaca takbir adalah :
§ Bisa didengar dirinya sendiri.
§ Dengan bahasa Arab.
§ Mendahulukan lafadzl Allah dan membaca panjang lamnya.
§ Bacaan panjangnya lafadz Allah tidak melebihi tujuh alif.
§ Tidak membaca panjang huruf hamzah atau ba’nya lafadzl Akbar,
atau menambahi huruf wawu sebelum lafadz Allah.
§ Tidak
menyela-nyelai dua lafadz takbir, dengan huruf wawu baik berharokat maupun
mati.
§ Mengganti atau menambahi hufuf lain yang sampai merubah makna takbir.
Setelah merampungkan takbir disunahkan meletakkan kedua tangan di bawah
dada dengan cara, tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri dengan posisi
sedikit digeser ke kiri (sekitar wilayah hati). Berikutnya, diam
sebentar lalu membaca doa Iftitah yaitu:
اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ
لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأََنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Bila sendirian atau menjadi imamnya makmum yang rela di perpanjang
sholatnya bisa di tambahi bacaan do’a sbb, :
اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ
كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ, اَللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ
كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ, َاللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ
خَطَايَايَ كَمَا يُغْسَلُ الثَّوْبُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
Setelah itu membaca ta’awwudz
kemudian baru membaca surat al-Fatihah. Dalam hal ini haruslah dijaga
bacaannya, baik dari sisi tasydid-nya (ada 14), menepatkan huruf baik
bacaan maupun makhraj-nya, membaca secara bersambung (muwalah)
dan tertib ayat-ayatnya. Kecuali rakaatnya makmum masbuq, maka tidak
wajib baginya membaca atau menyempurnakan fatihah.
Bila tidak mampu membaca fatihah, maka membaca sebagian ayat surat
Fatihah dengan diulang-ulang, atau tujuh ayat lain yang jumlah huruf-hurufnya
tidak kurang dari huruf-huruf surat al-Fatihah (156 huruf). Bila tidak mampu
maka membaca dzikir dengan syarat seperti orang yang hanya hafal sebagian
fatihah, dan bila tidak mampu sama sekali maka diam (berhenti sejenak) selama
masa yang bisa digunakan membaca al-Fatihah.
Selanjutnya, setelah membaca surat al-Fatihah disunahkan membaca surat
lain bagi orang yang sholat sedirian, menjadi imam atau menjadi makmum yang tidak mendengar
bacaan imamnya. [9]
Hal-hal yang wajib di lakukan dalam ruku’ adalah merunduk dengan cara
menarik pantatnya kebelakang dan mengajukan dada sekira kedua telapak tangan
bisa memegang kedua lututnya. Sedangkan cara yang paling sempurna adalah
menyamaratakan punggung, leher dan kepala sekira menjadi lurus seperti kayu
papan dan kedua telapak tangan memegangkan kedua lutut dengan jari
direnggangkan dengan posisi menghadap qiblat. Kemudian membaca tasbih:
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
Dengan dibaca satu, tiga, tujuh atau sembilan kali. Dan bila sendirian
atau menjadi Imamnya makmum yang rela dipanjangkan, maka sunah menambahi sampai
9 kali serta menambahi doa :
اَللَّهُمَّ
لَكَ رَكَعْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ خَشَعَ لَكَ سَمْعِي وَبَصَرِي
وَمُخِّي وَعَظْمِي وَشَعْرِي وَمَا اسْتَقَلَّتْ بِهِ قَدَمِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ
Ü Bagi laki-laki di sunahkan merenggangkan kedua siku dari lambungnya dan
merenggangkan perut dari pahanya, sedangkan bagi selain laki-laki sunah
merapatkan keduanya.
Ü Ketika ruku' disyaratkan tidak mempunyai tujuan selain ruku'. Sehingga
jika ketika saat turun bertujuan selain ruku', lalu ketika sampai posisi ruku'
di jadikan ruku' sholat, maka ruku’nya tidak sah. Dan ia harus bangkit kembali
untuk melaksanakan ruku' sholat. Dan syarat ini juga di berlakukan pada rukun-rukun
fi’li yang lain seperti I'tidal, sujud dll.
5. I'tidal [12]
Setelah ruku' rukun setelahnya adalah bangun untuk melaksanakan I'tidal,
yaitu kembali keposisi seperti sebelum ruku' di sertai dengan bacaan do'a:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
Kemudian setelah sampai posisi I'tidal
membaca do'a:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ
السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Dan bagi orang yang sholat sendirian atau
imamnya makmum yang rela dipanjangkan, sunah menambahi bacaan do'a:
أَهْلَ الثَّنَاءِ
وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وكُلُّنَا عَبْدٌ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ
وَلَا مُعطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَاالجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ
Bila melaksanakan sholat subuh setelah
bacaan ini pada rekaat yang kedua disunahkan mengangkat kedua tangan sebatas
pundak seperti ketika membaca doa-doa yang lain dengan membaca do'a Qunut[13] :
اَللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ
وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي
فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ لَا تَقْضِي وَلَا
يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ
عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا
قَضَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Dan bagi orang yang sholat sendirian atau
imamnya makmum yang rela di panjangkan, sunah menambahi bacaan do'a qunutnya
sayyidina Umar Ra[14].:
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ
ونَسْتَغْفِرُكَ ونَسْتَهْدِيْكَ ونُؤْمِنُ بِكَ ونَتَوَكَّلُ علَيْكَ ونََثْنِي
عَلَيْكَ الْخَيْرَ كلَّهُ نَشْكُُرُك وَلَا نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ
مَنْ يَفْجُرُكَ اَللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي نَسْجُدُ
وَإِلَيْكَ نَسْعَى ونَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمتَكَ ونَخْشَى عَذَابَكَ إنَّ عذابَكَ
الجَدَّ بالكُفَّارِ مُلْحَقٌ
Sebenarnya do’a qunut itu tidaklah harus
seperti do’a di atas, namun bisa dengan do’a-do’a yang lain seperti membaca
ayat yang mengandung do’a bahkan bisa dengan do’a-do’a yang tidak ma’tsur (tidak
dari Nabi atau Shohabat), hanya saja menurut Imam al-Adzro'i dan Syaikhuna
Syihabuddin al-Romli dalam qunut harus mengandung dua unsur yaitu do’a dan
pujaan.
Ketika ingin melaksanakan qunut nazilah
(do’a qunut yang di lakukan saat terkena musibah) bisa dengan do’a seperti di
atas dengan menambahi di akhir do’a yang isinya permohonan kepada Alloh agar
menghilangkan musibah tersebut. Dan pelaksanaan do’a ini tidak khusus pada
sholat subuh saja bahkan bisa pada keseluruhan sholat maktubah[15]
Selanjutnya setelah membaca do’a qunut,
sunah ditambahi bacaan sholawat sebagaimana yang telah masyhur.
6. Sujud[16]
Sujud menurut pengertian syara' adalah
mempertemukan langsung sebagian kening musholli pada tempat sholat baik
berupa tanah atau yang lainnya. Dalam hal ini diperlukan tujuh syarat:
1. Thumakninah.
2. Tidak menghendaki selain sujud.
3. Menetapkan keseluruhan anggota sujud.
4. Menekankan keningnya.
5. Tankis
(menukik, jengking: Jawa).
6. Membuka keningnya.
7. Tidak sujud pada sesuatu yang bergerak karena gerakannya.
Untuk mempraktekkan rukun dan syarat ini,
maka setelah i'tidal, musholli turun kebawah dengan menempatkan tujuh
anggota sujud. Yaitu sebagian kening dengan posisi kerbuka, bagian dalam kedua
telapak tangan, kedua lutut dan jari-jari kedua kaki. Dengan posisi badan
menukik, artinya menjadikan kepala dan kedua pundak lebih rendah dari pada
kedua pantatnya. Syarat meletakan ke tujuh anggota ini adalah menurut qoul yang
kuat, namun ada pendapat lain yang mengatakan selain kening hukumnya tidak
wajib.[17]
Sedangkan kesempurnaan sujud yaitu, ketika
turun sunah disertai bacaan takbir tanpa mengangkat kedua tangan, selanjutnya meletakkan
kedua lutut dengan di renggangkan kira-kira satu jengkal, kemudian disusul
kedua telapak tangan dengan keadaan terbuka dan
jari-jari di rapatkan dengan posisi menghadap qiblat. Selanjutnya meletakkan
kening dan hidungnya dengan keadaan terbuka, lalu kedua telapak kaki di
renggangkan kira-kira satu jengkal dengan posisi terbuka. Dan bagi laki-laki di
sunahkan merenggangkan perut dari kedua paha, dan merenggangkan siku dari kedua
lambungnya. Sedangkan bagi selain laki-laki sunah untuk merapatkannya. [18]
Kemudian membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
Bagi orang yang sholat sendirian atau imam makmum yang rela di perpanjang, sunah menambahi bacaan:
اَللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمنْتُ
ولَكَ أسلمْتُ سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وشَقَّ سَمْعَهُ
وبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنَ الخَالِقِيْنَ (زاد في الروضة قبل تبارك
الله) بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ
7. Duduk di antara kedua sujud[19]
Duduk ini harus di sertai thuma’ninah dan tidak boleh di per
panjang. Adapun kesempurnaannya yaitu, ketika mengangkat kepala saat bangun
dari ruku’ musolli membaca takbir dan duduk Iftirosy, kedua
telapak tangan di letakkan di atas paha dekat lutut, sekira ujung-ujung jari
sejajar, dengan keadaan terbuka, di rapatkan dan menghadap qiblat. Kemudian
membaca doa:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ
وارْحمَْنِيْ واجْبُرْنِيْ وارْفَعْنِيْ وارْزُقْنِيْ واهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ
واعْفُ عَنِّيْ
Dan setelah sujud yang kedua ketika mau berdiri di sunahkan duduk
sebentar lalu ujung jari-jari kedua kaki bagian dalam di buat pijakan berdiri,
karena hal ini bisa mempermudah untuk beranjak, kemudian berdiri dengan membaca
takbir.
8. Tasyahhud dan Membaca doa sholawat[20]
Tasyahhud adalah nama dua kalimat syahadat di dalam sholat, mengenai
pelaksanaannya dilakukan ketika duduk sebelum salam (tasyahud akhir),
dan hal ini yang menjadi fardlunya sholat. Selanjutnya membaca doa sholawat.
Sedangkan melaksanakan tasyahud awal hukumnya sunah. Lafadz tasyahud akhir dan
sholawat secara sempurna adalah sebagai berikut:
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ,
الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ, السَّلَامُ عَلَيْك أَيُّهَا النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ
الصَّالِحِينَ, أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ , وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إبْرَاهِيمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا
إبْرَاهِيمَ. وبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ, كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إبْرَاهِيمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا
إبْرَاهِيمَ. فِيْ الْعَالَمِيْنَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
Kesunahan-kesunahan dalam tasyahud diantaranya adalah:[21]
Ø Membaca sholawat untuk keluarga Nabi, dalam tasyahud akhir.
Ø Duduk iftirosy dalam tasyahud awal.
Ø Duduk tawaruk dalam tasyahud akhir.
Ø Meletakkan kedua tangan pada ujung kedua lutut. Tangan kiri di lutut
kiri, tangan kanan di lutut kanan, dengan cara membuka jari jemari sebelah kiri
dan dihadapkan kearah kiblat dengan kondisi direkatkan, serta menggenggamkan
jari jemari sebelah kanan kecuali jari telunjuk.
Ø Mengangkat jari telunjuk sebelah kanan saat mengucapkan lafadz “Illalloh”.
Ø Melirik jari telunjuk saat diangkat.
Ø Memilih bacaan tasyahud dan sholawat, yang paling sempurna.
Ø Membaca do’a setelah tasyahud akhir, baik yang berkenaan dengan duniawi
maupun ukhrowi. Sedangkan do’a yang warid dari Nabi adalah :
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِي مَا قَدَمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا اَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ
وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ
الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
9. Salam[22]
Salam pertama adalah rukun sholat yang terakhir. Paling sedikitnya salam adalah mengucapkan lafadz “Asslaamu’alaikum”
atau dibalik “’Alaikumussalam”, namun hukumnya makruh. Sedangkan
lafadz salam yang sempurna adalah:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
Dengan dibaca dua kali, sekali dibaca dengan menoleh kekanan (sebagai
rukun) dan sekali dengan menoleh kekiri (sebagai kesunahan), sampai pipi
terlihat dari belakang.
Kesunahan dalam salam diantaranya:
Ø Melafadzkan salam kedua.
Ø Melengkapi salam dengan lafadz “Rohmatulloh”.
Ø Menoleh ke kanan saat salam pertama, kekiri saat salam kedua.
Ø Niat menyampaikan salam pada siapa saja yang berada disebelah-nya,
meskipun bukan manusia seperti pada Malaikat atau Jin.
Ø Niat menjawab salamnya imam saat melafadzkan salam, jika ia sebagai
makmum dalam sholat berjamaah.
Ø Niat keluar dari sholat saat salam pertama.
10. Tertib
Yaitu melaksanakan rukun-rukun sholat sesuai urut-urutannya. Sehingga
jika sengaja tidak tertib dalam rukun fi’li, seperti sujud sebelum ruku’
maka sholatnya dihukumi batal.
[1]
. Mahfudz at-Tarmasy
"at-Tarmasy" Juz II hal. 2 Mathba'ah 'Amirah.
[2]
. Ibrohim al-Bajuri
"al-Bajuri" I hal. 129.
[3]
. Ibid, hal. 136.
[4]
. An-Nawawi "Raudloh
al-Tholibien" Juz I hal. 223 al Maktabah al-Islami.
[5].
Sulaiman al-Bujairomi "Bujairomi ‘ala al-Khotib" Juz II hal. 80-91
Dar el-Fikr
[6].
Sayid al-Bakri Ibn Muhammad Syatho' "I'anah al-Tholibin" Juz I hal.
127-130 Dar al-Fikr
[7].
Ibid, hal. 130-135.
[8]. Ibid, hal. 145-146.
[9]. Ibid, hal. 138-148
[10]. Ibid, hal. 154-156
[11]. Zainuddin
al-Malibari "Fathu al-Muin Ma’a Hasyiah I’anah al-Tholibin" Juz I
hal. 156 Dar al-Fikr.
[12].
Zainudin al-Malibari, Sayyid Abu Bakar Syatho “Fathul Muin ma’a Hasyiah I'anah al-Tholibin Juz I hal. 156-157, Syirkah
al-Ma’arif.
[13]. Ibid, hal.158-160
[21]. Ibid, hal.383-391, dan “Fathu al-Mu’in ma’a I’anah al-Tholibin” Juz I
hal.168-179, Syirkah al-Ma’arif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar