Senin, 03 Juni 2013


“PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI BERBAGAI NEGARA”


PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI BERBAGAI NAGARA

A.    Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika Serikat
             Di Amerika Serikat, peranan sekolah menjadi sangat penting dalam menanaman pendidikan kewarganegaraan. Pada saat sistem pendidikian umum di negara A.S tumbuh, PKn diberikan tempat utama di kurikulum sekolah, sejak tahun 1890-an, mata pelajaran ini dinamai ‘ilmu sosial’ telah dibentuk untuk menjalankan peran utamanya pada persiapan kewarganegaraan.
             Studi kasus terhadap PKn di A.S memberikan perhatian yang utama untuk ilmu sosial. Studi kasus ini meneliti apa yang dipelajari anak usia 14-15 tahun terbagi menjadi empat bidang, yaitu: (i) demokrasi, lembaga politik, dan hak-hak dan tangggung-jawab warga negara, (ii) identitas nasional, (iii) perbedaan dan kepaduan sosial; dan (iv) hubungan antara sistem politik dan ekonomi.
             Pada tingkat pra-Universitas, topik-topik yang dikembangkan diantaranya landasan dan konsep dasar pemerintahan Amerika, cabang-caban pemerintahan, proses politik, organisasi dan partisipasi ekonomi nasional, kebijaksanaan luar negeri dan pertahanan keamanan, wilayah dan saling ketergantungannya, pemerintah pusat dan lokal, kajian ilmu pengetahuan politik, hak dan kemerdekaan pribadi serta esensi warga negara yang efektif, demokrasi dan tanggung jawab.
B. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Inggris
             Di negara bagian Wales, mata pelajaran PKn dinamakan “Pendidikan Pemahaman Masyarakat” dan Irlandia Utara PKn dinamakan “Pendidikan Pemahaman Yang Saling Menguntungkan” dan Pendidikan Warisan Budaya”.
             Di masa lalu PKn menjalankan berbagai tujuan, antara lain pada zaman Ratu Victoria mempromosikan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan status sosial pada tahun 1920-an, PKn mempromosikan pentingnya memahami masyarakat daerah nasional; dan pada tahun 1990-an serta 1970-an PKn mempromosikan keinginannya untuk membantu kewarganegaraan di dunia. Pada akhir tahun 1980-an dan pada awal 1990-an PKn menitikberatkan pada hak, kewajiban dan kesetian warga negara yang mencerminkan retorika dan kebijakan pemerintah konservatif. Pemerintah konservatif menuntut setiap individu untuk secara aktif melaksanakan kewajiban mereka, bukan menyerahkan pelaksanaannya kepada pemerintah.
C. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
             Di Australia mata pelajaran PKn terintegrasi dalam mata pelajaran lainnya sehingga sangat sulit untuk melepaskan mata pelajaran ini dari komponen pembelajaran lainnya. Baru-baru ini pemerintah federal mengumumkanbahwa mereka aka melakukan survei dasar tentang pembahasan siswa dalam mata pelajaran PKn sebagai bagian dari program Discovery Democracy.
             Beberapa masalah serius senantiasa dihadapi sekolah-sekolah di Australia dalam mengimplementasikan pendidikan kewarganegaraan. Masalah tersebut meliputi persaingan prioritas dan kurangnya struktur kurikulum.
             Pelajaran kewarganegaraan di Australia dikonsepkan sebagai sekumpulan pengalaman belajar berbasis sekolah yang membantu menyiapkan para siswa untuk menjadi warga negara yang baik.
             Ada beraneka perspektif berkenaan dengan PKn. Ada pihak yang berpendapat bahwa PKn penting unntuk mempersiapkan warga negara melalui pembelajaran tentang sejarah dan pemerintahan. Sedangkan pihak yang lain berpendapat bahwa PKn adalah usaha untuk mempersiapkan warga negara melalui partisipasi aktif dalam bermacam kegiatan sekolah dan kemasyarakatan.
             Banyak warga Australia dewasa menyakini pentingnya mempelajari tentang pemerintahan, hak-hak dan tangggung jawab dan aspek-aspek kewarganegaraan lainnya.
D. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Hongkong
             Mata Pelajaran yang berhubungan dengan kewarganegaraan umumnya mengulas struktur pemerintahan hongkong, tanpa banyak membicarakan tentang politik. Hal ini disebabkan oleh iklim politik yang telah dibahas sebelumnya, yaitu menghindari politik sejauh mungkin. Sebagian hal ini juga disebabkan oleh peraturan tertulis yang melarang pembicaraan politik di kelas.
             Perubahan-perubahan kurikulum menggambarkan PKn sebagai mata pelajaran sekolah yang berbeda dan bagaimana materi PKn ada dalam beberapa mata pelajaran lain selama dekade terakhir. Hasilnya adalah bahwa topik yang berkaitan dengan PKn memang dimasukkan, namun tidak teroganisir dan terpisah-pisah.
             Departemen pendidikan yang mulai menerbitkan buletin bulanan PKn dan Civic Education newsletter 3 kali setahun. Departemen pendidikan mendirikan sebuah “rencana kerja PKn” untuk melaksanakan pengimplementasian PKn di sekolah. Rencana ini diperkenalkan ke sekolah-sekolah dan sekolah menengah pada tahun 1993 dan 1995. Menurut 3 survei utama yang dilakukan Departemen Pendidikan pada tahun 1986, 1987 dan 1991, banyak dari rekomendasi PKn yang diadopsi oleh mayoritas sekolah di Hongkong (Bray dan Lee, 1993).
             Tiga survei yang dilakukan Departemen Pendidikan pada tahun 1986, 1987, 1990 untuk mengevaluasi pengimplementasian PKn di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa sekolah mendukung pengembangan PKn, dan ada kepedulian yang terus tumbuh terhadap PKn di sekolah-sekolah, karena:
-          Meningkatnya masalah  prilaku siswa pada beberapa tahun belakang yang menghawatirkan publik sehingga menuntut diadakannya pendidikan moral dan PKN.
-          Rendahnya partisipasi pemilihan pada pemilihan Dewan Distrik, Dewan Urban, Dewan Regional dan Dewan Legislatif, yang merefleksikan apatisme politik.
-          Adanya kepedulian publik tentang bagaimana seharusnya para siswa diajari. Untuk menghadapi perubahan sosial dan politik, karena tahun 1997 semakin mendekat.
-          Adanya kritik dari pejabat-pejabat cina tentang kurangnya unsur-unsur sosialisme dan patriotik dalam kurikulum hongkong
-          Adanya kebutuhan untuk memperkuat PKn untuk memperlengkapi siswa dengan pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab mereka, terutama berkaitan dengan penurunan usia untuk ikut pemilihan umum menjadi usia 18 tahun.

            Karena semakin dekatnya tanggal penyerahan Hongkong kepada Cina, maka terdapat peningkatan permintaan publik akan PKn, sebagian datang dari kelompok oporsisi pro Cina. Sebagian lagi berasal dari bahan-bahan pendidikan lain yang menyatakan bahwa PKn dibutuhkan untuk mempertinggi pendidikan demokrasi dan HAM. Untuk pertama kalinya pemerintahan Hongkong menerbitkan sebuah dokumen resmi yang mencantumkan nasionalisme dan patriotisme.

E. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Portugal

            Peraturan pendidikan Portugis (hukum 46/86 tanggal 14 Oktober) mengeluarkan pernyataan bahwa PKn adalah tujuan utama sekolah dalam konteks Portugis.
      
            Relevansi sosial PKn di Portugis diterjemahkan kedalam kurikulum usulan yang menjelmakan suatu usaha terfokus untuk mengembangkan kapasitas siswa untuk mengetahui, secara kritis memikirkan dan bertindak dalam isu demokrasi, identitas nasional, kohesi dan keberagaman sosial serta permasalahan ekonomi dan daerah.

            Menurut Campos ada 3 kepedulian dasar yang menjadi asal muasal dimasukkannya PKn ke dalam program sekolah, yaitu: (i) persiapan untuk menghadapi masalah kehidupan, (ii) penekanan pada nilai-nilai dan (iii) usaha untuk memajukan perkembangan siswa.

            Penitikberatan pada nilai-nilai melibatkan berbagai pendekatan (pendidikan moral, klarifikasi nilai dan pendidikan karakter) yang walaupun memiliki banyak perbedaan teori dan ideologi, namun tetap memiliki fokus yang sama pada dimensi etika PKn penitik-eraan pada pendekata berorientasi isi terhadap PKn telah diadopsi oleh Cunha (1993, 1994), seorang Penasehat Pendidikan Karakter dan Marques (1989, 1990, 1994) yang telah mensintesa proposal Kolhberg dan Giligan menasehatkan bahwa pendidikan karakter di sekolah seharusnya memajukan keadilan, perhatian dan kebaikan. Oliveira-Formosinho (1986) dan Lourenco (1991, 1992) menganjurkan sebuah pendekatan Kolhbergian yang agar ketat, yang berorientasi pada isu-isu keadilan. Valente (1989a, b) menyatakan bahwa klarifikasi nilai adalah suatu alat bagi sekolah untuk memajukan kesempatan berfikir kritis.

            Komisi Reformasi sistem pendidikan Portugis telah menentukan beberapa tujuan PPS berkenaan dengan perkembangan proses-proses psikologis :
(i)   Berfikir komprehensif, (ii) kemampuan memahami berbagai sudut pandang dan mengintegrasikan sudut pandang tersebut dalam dialog dan keputusan, (iii) kemampuan untuk berempati, (iv) pengembangan diri, (v) pembangunan nilai-nilai universal yang memadu pikiran dan moral diluar konvensi semata

            Reformasi ini telah berjalan dan saat ini mempengaruhi semua tingkat pendidikan dasar dan menengah. Namun mata pelajaran khusus dan PKn hanya diimplementasikan secara eksperimental di sekelompok kecil sekolah. Beberapa  kecendrungan positif reformasi ini adalah :
o   Sekarang kurikulum menitik-beratkan tujuan pada bidang kognitif dan afektif
o   Isi kurikulum untuk kelas 5-9 memasukkan tema-tema PPS, dan saran tentang     strategi dan metodologi pengajaran yang peka terhadap tujuan PKn, menunjukkan bahwa penyebaran lintas kurikulum telah tercapai (Mourao, Pais dan Nunes, 1994)
o   Pengalaman strategi pengajaran PKn yang inovatif menghasilkan hasil yang positif namun tetap ada beberapa kesulitan dalam pengimplementasikannya (Ramalho, 1992; Branco, 1993).
            Namun  kesimpulan utama dari tinjauan riset yang ada adalah adanya kebutuhan yang kuat untuk melakukan lebih banyak penyelidikan dibidang ini.
F.     Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang
Konteks kelahiran pendidikan kewarganegaraan di jepang dapat ditelusuri terutama setelah Perang Dunia kedua (1945).  Pendidikan Kewarganegaraan Jepang setelah PD kedua dapat digambarkan dalam tiga periode, yakni:
·         Pertama, periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman.
·         Kedua, periode tahun 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan.
·         Ketiga, periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan.
Periode pertama, Pendidikan Kewarganegaraan sebagian besar diterapkan ke dalam studi sosial. Studi sosial mengadopsi metode – metode pemecahan masalah, seperti penelitian dan diskusi, dan mengajarkan kehidupan sosial dan masyarakat secara umum. Pada periode yang kedua, Pendidikan Kewarganegaraan didasarkan atas prinsip intelektualisme yang berkembang dalam disiplin akademis. Sasaran pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada periode kedua ini terdiri atas empat unsur, yaitu untuk mengembangkan :
1.      Pengetahuan dan pemahaman
2.      Keterampilan berpikir dan ketetapan
3.      Keterampilan dan kemampuan
4.      Kemauan, minat, dan sikap warga negara
Pada periode ketiga, pendidikan jepang ditekankan pada pengembangan prindip hubungan timbal balik. PKn dalam periode ketiga bertujuan mempersiapkan setiap individu untuk dapat terlibat secara aktif dalam masyarakat dan menggunakan budaya umum dalam setiap hal. Pada periode ketiga ini, PKn jepang sebagian besar diterapkan sebagai “kewarganegaraan (civics)” dalam sekolah tingkat atas dan sebagai “studi sosial” dalam sekolah tingkat menengah. Landasan pengembangan pendidikan kewarganegaraan di jepang tidak dapat dilepaskan dari konsep warganegara dan kewarganegaraan (citizenship).
G.  Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
-       Sebelum Proklamasi Kemerdekaan
                 Pelajaran civics sebelum kemerdekaan atau pada zaman Hindia-Belanda dikenal dengan nama Burgerkunde. Meskipun pada waktu itu bangsa Indonesia dijajah, namun konsep tentang pendidikan politik maupun pelaksanaannya lewat pendidikan formal dan non-formal tetap berlangsung. Oleh guru-guru sekolah partikelir, sedangkan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional. Oleh tokoh nasional sekaligus proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta.
-       Sesudah Proklamasi Kemerdekaan
            Perkembangan Ikn-PKn sesudah Proklamasi kemerdekaan digambarkan oleh Nu’man Somantri (1976: 34-35) sebagai kewarganegaraan (1957), civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Kewargaan Negara (1972), Pendidikan Kewarganegaraan (1989), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
-          Kecenderungan Pengembangan Ikn-PKn di Masa Era Reformasi
            P4 dipermasalahkan subtansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai pancasila sebagai satu kesatuan, dan P4 dalam realitasnya merupakan tafsiran tumggal rezim orde baru untuk kepentingan memelihara kekuasaan, sehingga berakibat pendangkalan terhadap makna Pancasila. Begitu pula Pancasila sebadai asas tunggal tidak diperlukan lagi, karena tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang multikultural atau Bhinneka. Pengalaman pahit ini, hendaknya menjadi pelajaran  bagi para pengembang kurikulum PKn maupun para pengambil kebijakan agar tidak mengulangi kesalahan kedua kalinya.

            IKn-PKn sebagai pemberdayaan warga negara akan selalu relevan dalam masyarakat demokratis sampai kapanpun. Oleh karena itu Orientasi IKn-PKn akan memperkuat civil society. Suatu masyarakat yang terorganisir yang berdasarkan kesukarelaan, swasembada dalam ekonomi, berswadaya dalam politik, memiliki kemandirian tinggi dalam behadapan dengan negara dan memiliki keterikatan terhadap norma-norma atau nilai-nilai hukun yang diikuti oleh warganya (Muhammad AS Hikam, 1996: 3).

Kesimpulan
Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Disisi lain, perkembangan pendidikan kewarganegaraan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia. Hongkong, Portugal, dan Jepang juga turut serta mewarnai perkembangan PKN. Begitu pula di Indonesia, perkembangan pkn terbagi dalam dua masa yakni sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan. sebagai kewarganegaraan (1957), civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Kewargaan Negara (1972), Pendidikan Kewarganegaraan (1989), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut:
(a)    Kewarganegaraan (1957)
(b)   Civics (1961)
(c)    Pendidikan Kewargaan Negara (1968)
(d)   Pendidikan Kewargaan Negara (1972)
(e)    Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(f)    Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
(g)   Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)








DAFTAR PUSTAKA






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar